A. Pengertian
Ikterus
Ikterus
adalah warna kuning yang ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-14, tidak disertai
tanda dan gejala ikterus patologis (Muslihatun, 2010).
Ikterus
adalah keadaan transisional normal yang
mempengaruhi hingga 50% bayi aterm yang mengalami peningkatan progresif pada kadar bilirubin tak
terkonjugasi dan ikterus pada hari ketiga (Myles, 2009).
Ikterus
adalah kadar bilirubin yang tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dl
(Kosim, 2008).
Ikterus
adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga, tidak mempunyai dasar
patologis, kadarnya tidak melampaui batas
kadar yang membahayakan. Tidak mempunyai potensi kern ikterus, tidak
menyebabkan morbiditas pada bayi (Saifudin, 2006)
Ikterus
adalah perubahan warna kulit atau sklera mata (normal berwarna putih) menjadi kuning
karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah (dranick, 2010)
Ikterus
adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan
bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/ml
dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liper, sistem
biliary, atau sistem hematologi (Muslihatun, 2010)
Ikterus
adalah keadaan kulit atau membran mukosa yang warnanya menjadi kuning akibat
peningkatan jumlah pigmen empeda dalam darah dan jaringan tubuh (Tiran, 2006)
Kesimpulan
dari pengertian ikterus adalah warna kulit dan membran mukosa berwarna kuning
karena kadar bilirubin lebih dari 5 mg/ml, yang timbul pada hari kedua dan
ketiga, sampai hari kesepuluh dengan tidak ada tanda-tanda patologis.
1.
Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan
oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang sering ditemukan disini adalah
hemolisis yang timbul akibat inkompatilitas golongan darah ABO atau difisiensi
enzim GGPD. Hemolisis ini juga dapat timbul akibat perarahan tertutup
(hematomcepal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas darah Rh.
Infeksi juga memegang peranan penting dalan terjadinya hiperbilirubinemia,
keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gestroenteritis.
Beberapa faktor lain adalah hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan asidosis,
hipoglikemia, dan polisitemia.
2.
Epidemiologi
Pada sebagian besar neonatus, ikterik
ditemukan pada minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian
ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Ikterus
ini pada sebagian penderita dapat terbentuk fisiologis dan sebagian lagi pada
patologik yang menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.
3.
Patolofisiologi
Bilirubin merupakan produk yang
bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar hasil
bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian besar dari hem
bebas atau dari proes eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin
tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa
zat lain. Bilirubin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas
atau bilirubain IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut ddalam
lemak karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui
membran biologis seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas
tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar
terjadi mekanisme ambilin, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor
membran sel hati dan masuk kedalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati,
terjadi persenyawaan dengan ligondin (protein-Y), protein-Z, dan glutation hati
lain yang membawanya ke retirulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses
konjugasi. Proses ini timbul berkat
adanya enzim gukoromil transferase yang kemudian menghasilakan bentuk bilirubin
direk. Jenis bilirubin ini larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat
diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang berkonjugasi ini
diekskresikan melalui duktus hemotikus kedalam saluran pencernaan dan
selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dari tinja sebagai stertobilin.
Dalam usus sebagian diabsorsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
enterohepatik..
Sebagian besar neonatus mengalami
peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini
terjadi karena proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara
lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih
pendek (80-90 hari), dan belum matangnya fungsi hepar.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh
dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian tersering adalah apabila terjadi
pertambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,
memendeknya umur eritrosit bayi/janin, meningkatnya bilirubin dari sumber lain,
atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Ganguan pengambilan bilirubin plasma
juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan protein Y dan protein Z
terikat oleh amnion lain, misalkan pada bayi dengan asidosis atau keadaan
anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang dapat memperlihatkan peningkatan kadar
biliruin adalah apabila ditemukan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil
transferasi) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita
hepatitis normal neonatus atau sumbatan saluran empedu ekstra/intrhepatik.
Penilaian pada bayi baru lahir dengan
ikterus menggunakan rumus Kramer, yaitu:
Daerah (lihat gambar)
|
Luas Ikterus
|
Kadar Bilirubin
|
1
|
Kepala dan leher
|
5
|
2
|
Daerah 1 dan badan bagian atas
|
9
|
3
|
Daerah 1,2 dan badan bagian bawah dan tungkai
|
11
|
4
|
Daerah 1,2,3 dan lengan, kaki di bawah lutut
|
12
|
5
|
Daerah 1,2,3,4 dan tangan, kaki
|
16
|
Tabel: 2.4 Penilaian
pada bayi baru lahir dengan ikterus menggunakan rumus Kramer
Tanda-tanda
|
Warna
kuning pada kulit dan sklera mata ( tanpa hematomegali, perdarahan kulit, dan
kejang-kejang)
|
||||
Kategori
|
Normal
|
Fisiologik
|
Patologik
|
||
Penilaian
|
|||||
·
Daerah
ikterus (rumus Kramer)
·
Kuning
hari ke:
·
Kadar
bilirubin
|
1
1-2
≤ 5 mg%
|
1+2
> 3
5-9 mg%
|
1 sampai 4
> 3
11-15 mg%
|
1 sampai 5
> 3
>15-20
mg%
|
1 sampai 5
> 3
Ø 20
|
Penganan
|
|
||||
Bidan atau Puskesmas
|
Terus diberi
ASI
|
·
Jemur
dimatahari pagi jam 7-9 selama 10 menit
·
Badan
bayi telanjang, mata ditutup
·
Terus
diberi ASI
·
Banyak
minum
|
·
Rujuk
kerumah sakit
·
Banyak
minum
|
||
Rumah Sakit
|
Sama dengan
diatas
|
Sama dengan
diatas
|
Terapi
sinar
|
Terapi
sinar
|
|
|
|
· Periksa golongan darah
ibu dan bayi
· Periksa kadar bilirubin
|
|||
|
Nasehati
bila semakin kuning, kembali
|
|
Waspadai
bila kadar bilirubin naik > 0,5 mg/jam (coomb’s test)
|
Tukar darah
|
Tabel: 2.5 Penilaian Ikterus
4.
Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat ansteti
sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada
bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat
tranfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor
resiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis ini.
Ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor resiko itu antara lain adalah
kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama
hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes millitus, gawat janin malnutrisi
intrauterin, infeksi intranatal, ddan lain-lain.
Secara klinis ikterus pada bayi dapat
dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Pada bayi dengan
peninggian bilirubin indirek, kulit terang sampai jingga, sedangkan pada
penderita dengan gangguan obstrulsi empedu warna kuning kulit, kulit tampak
kehijauan penilaian.
Tanpa mempersoalkan usia kehamilan
atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berat memerlukan
penilaian diagnostik lengkap, yang mencakup penilaian bilirubin lanjut direk
dan tidak lanjut indirek hemoglobin, hitung lekosit, jalannya darah les kombos
dan pemeriksaaan asupan darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulakosis dan
sediaan asupan memperlihatkan petunjuk adanya hemolosis akibat nomimulogik.
Jika terdapat hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis, fikrosis kritis, dan
sepsis. Jika hitung retikulosit, tes trombos dan bilirubin indirek normal,
mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis.
Ikterus fisiologis dalam keadaan normal,
kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah 1-3 mg/ml dan akan
meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/ml 24 jam, dengan demikian ikterus
baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2-4,
dengan kadar 5-6 mg/ml untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5-6 mg/ml untuk
selanjutnya menurun sampai kadar lebih rendah dari 2 mg/ml pada hari ke 5-7
kehidupan.
Hiperbilirubinemia patologis, makna
hiperbilirubinemia terletak pada insiden kern ikterus yang tinggi, berhubungan
pada kadar bilirubin serum yang lebih dari 18-20 mg/ml pada bayi aterm. Pada
bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan kern ikterus pada
kadar lebih rendah.
5.
Diagnosis
Banding
Ikterus yang timbul 24 jam pertama
kehidupan mungkin akibat eritoblstosis foetalis, sepsi, rubella, atau
toksoplasmosis congenital. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam
minggu pertama. Harus diperkirakan perkiraan septisimia, sebagai penyebabnya.
Ikterus yang permulaannya timbul setelah minggu pertama kehidupan memberi
petunjuk adanya septicimia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis serum
hemologi, hepatitis herpetika, rubella, anemia hemolitik yang disebabkan oleh
obat-obatan dan sebagainya.
Ikterus yang persisten pada bulan
pertama kehidupan memberikan petunjuk adanya apa yang dinamakan inspissated
bile syndrom. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi parental total.
Kadar bilirubin fisiologis dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa
minggu seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis
plylorus.
6.
Komplikasi
Kern ikterus adalah suatu sindrom
meurolig yang timbul sebagai akibat penimbunan efek terkonjugasi dalam sel-sel
otak. Ikterus berkepanjangan merupakan ikterus yang timbul pada usia diatas 3
minggu.
Terdiri dari ikterus takterkonjugasi
yang umum dijumpai, berasal dari ikterus akibat ASI 15% yang mendaatkan ASI,
berkurang secara bertahap selama beberapa minggu. Ikterus terkonjugasi
(bilirubin total 20%) yang disebabkan oleh atresia biliaris, jarang namun
penting untuk diidentifikasi karena keterlambatan diagnosis dapat berpengaruh
buruk pada hasil akhir, sindrom hepatitis neonatal.
Bayi akan mengeluarkan tinja pucat
(tidak mengandung sterkobilinogen) dan urin gelap (akibat bilirubin).
7.
Terapi
Tujuan pertama penatalaksanaan ikterus
neonatal adalah mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai
yang dapat menimbulkan kern ikterus atau encefalopoli biliaris serta mengobati
penyebab langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga dapat dilakukan
dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat dilakukan dengan
mengusahakan mempercepat proses konjugasi. Hal ini dapat dilakukan dengan
merangsang terbentuknya glioronil tranfersa dengan pemberian obat seperti
luminal atau tenoberbital.
Pemberian subtrat yang dapat
menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin) mengurangi sirkulasi
enterofepatik (pemberian kolostramin), terapi sinar atau tranfusi tukar,
merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Fototerapi ikterus klinis pada
hiperbilirubin inderek akan berkurang kalau bayi dipaparkan pada sinar dalam
spektrum cahaya yang mempunyai intensitas tinggi. Bilirubin akan menyerap
cahaya secara maksimal dalam batas wilayah warna biru (mulai dari 420-470 rhm).
Bilirubin dalam kulit akan menyerap energi cahaya, yang melalui fotoisomerasi
mengubah bilirubin tak terkunjugasi yang bersifat tosik menjadi isomer-isomer
terkonjugasi juga yang dikeluarkan keempedu dan melalui otosensitisasi yang
melibatkan oksigen dan mengakibatkan reaksi oksidasi yang menghasilkan produk-produk
pemecahan yang kan diekresikan oleh hati dan ginjal tanpa memerlukan konjugasi.
8.
Prognosis
Hiperbilirubinemia baru akan
berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak.
9.
Macam-Macam
Ikterus Neonatorum
Macam-macam
ikterus pada neonatorum, yaitu:
a.
Ikterus
Fisiologis
Terutama dijumpai pada bayi dengan
berat badan lahir rendah. Ikterus ini biasanya timbul pada hari kedua lalu
menghilang setelah sepuluh hari atas pada akhir minggu kedua.
b.
Ikterus
Patologik
Ikterus yang patologik timbul segera
dalam 24 jam pertama, dengan bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg/ml per
hari, kadarnya diatas 10 mg/ml per hari pada bayi matur atau 15 mg% pada hari
prematur, dan menetap setelah minggu pertama kelahiran. Selain itu juga ikterus
dengan bilirubin langsung diatas 1 mg% setiap waktu. Ikterus seperti ini ada
hubungannya dengan hemolitik, infeksi dan sepsis. Ikterus patologik memerlukan
penanganan dan perawatan khusus.
c.
Kern
Ikterus
Kern ikterus adalh ikterus berat
disertai gumpalan bilirubin pada ganglia basalis, kern ikterus biasanya
disertai naiknya kadar bilirubin indirek dalam serum. Pada neonatus cukup bulan
kadar bilirubin diatas 20 mg/ml sering berkembang menjadi kern ikterus,
sedangkan pada bayi prematur bila melebihi 18 mg. Heperbilirubinemia dapat
menimbulkan ansefalopati dan ini sangat berbahaya bagi bayi. Untuk terjadinya
kern ikterus tergantung pada pola keadaan umum bayi, bila bayi menderita
hipoksia, asidosis, dan hipoglikemia. Pengobatannya adalah dengan tranfusi
tukar darah.
d.
Ikterus
Hemolotik
Hal ini dapat disebabkan oleh
inkompadibilitas ikterus, golongan darah ABO, golongan darah lain, kelainan
eritrosit kongenital, atau defisiensi enzim G-G-Ph.
e.
Ikterus
Obstruksi
Terjadi karena sumbatan penyaluran
empedu baik dalam hati maupun diluar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk dan
indirek meningkat. Bila kadar bilirubin direk diatas 1 mg kita harus curiga
akan adanya obstruksi penyaluran empedu. Penanganannya dengan tindakan operatif,
bila keadaan bayi mengizinkan.
Fraser, Diane dan Cooper, Margaret, Alih Bahasa Rahayu,
Sri. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC
Helen, Varney, dkk, Alih Bahasa Mahmudah, Laily dan
Trisetyati, Gita. 2008.
Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Volume: 2. Jakarta: EGC
Juffrie, Mohammad,
dkk. 2010. Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta:IDAI
Kosim,
M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. IDAI
Kosim, M. Sholeh. Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru
Lahir untuk dokter, Bidan, dan Perawat di Rumah Sakit. IDAI
Liewellyn, dkk, Alih
Bahasa Handyanto. 2002. Dasar-Dasar Obstetri dan genekologi. Jakarta:
Hipokrates
Lissauer, Tom, alih bahasa Vidhia Umami. 2006. At a Glance Neonatologi. Erlangga
Muslihatun, Wati Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita.
Yogyakarta: Fitramaya
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
EGC
Prawirohardjo, Sarwono.
2008. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: BPSP
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: YBPSP
aifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBPSP
Susanti, dan Sari Kartika. 2011. Buku Ajar asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Anak Balita.AKBID
Ngudi Waluyo Ungaran
Sudarti, Endang Kharunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Yogyakarta: Nuha Medika
Tiran, Denise, Alih Bahasa Andry Hartono. 2005. Kamus Saku Bidan. Jakarta: EGC
tem, ada yang baru lagi nd ?.... q masih butuh tentang kespro nd?
BalasHapusmalam mba,
BalasHapusmba ada gak gambar bayi ikterus dengan tingkatan kadar bilirubinnya?
kalau ada, tolong kirim ke email saya ya mba berserta penjelasnya,,,
untuk tugas kuliah saya..
tianaprida@yahoo.com
makasih mba