Jumlah Pengunjung

Jumat, 26 Oktober 2012

pengertian ikterus


A.   Pengertian Ikterus
Ikterus adalah warna kuning yang ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-14, tidak disertai tanda dan gejala ikterus patologis (Muslihatun, 2010).
Ikterus adalah keadaan transisional  normal yang mempengaruhi hingga 50% bayi aterm yang mengalami peningkatan progresif pada kadar bilirubin tak terkonjugasi dan ikterus pada hari ketiga (Myles, 2009).
Ikterus adalah kadar bilirubin yang tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dl (Kosim, 2008).
Ikterus adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga, tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melampaui batas  kadar yang membahayakan. Tidak mempunyai potensi kern ikterus, tidak menyebabkan morbiditas pada bayi (Saifudin, 2006)
Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sklera mata (normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah (dranick, 2010)
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liper, sistem biliary, atau sistem hematologi (Muslihatun, 2010)
Ikterus adalah keadaan kulit atau membran mukosa yang warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen empeda dalam darah dan jaringan tubuh (Tiran, 2006)
Kesimpulan dari pengertian ikterus adalah warna kulit dan membran mukosa berwarna kuning karena kadar bilirubin lebih dari 5 mg/ml, yang timbul pada hari kedua dan ketiga, sampai hari kesepuluh dengan tidak ada tanda-tanda patologis.
1.    Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatilitas golongan darah ABO atau difisiensi enzim GGPD. Hemolisis ini juga dapat timbul akibat perarahan tertutup (hematomcepal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalan terjadinya hiperbilirubinemia, keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gestroenteritis. Beberapa faktor lain adalah hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia, dan polisitemia.
2.     Epidemiologi
Pada sebagian besar neonatus, ikterik ditemukan pada minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat terbentuk fisiologis dan sebagian lagi pada patologik yang menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.
3.    Patolofisiologi
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian besar dari hem bebas atau dari proes eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Bilirubin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubain IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut ddalam lemak karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologis seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilin, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor membran sel hati dan masuk kedalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligondin (protein-Y), protein-Z, dan glutation hati lain yang membawanya ke retirulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi. Proses ini  timbul berkat adanya enzim gukoromil transferase yang kemudian menghasilakan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang berkonjugasi ini diekskresikan melalui duktus hemotikus kedalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dari tinja sebagai stertobilin. Dalam usus sebagian diabsorsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses enterohepatik..   
Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari), dan belum matangnya fungsi hepar.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian tersering adalah apabila terjadi pertambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit bayi/janin, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Ganguan pengambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan protein Y dan protein Z terikat oleh amnion lain, misalkan pada bayi dengan asidosis atau keadaan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang dapat memperlihatkan peningkatan kadar biliruin adalah apabila ditemukan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil transferasi) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis normal neonatus atau sumbatan saluran empedu ekstra/intrhepatik. 
Penilaian pada bayi baru lahir dengan ikterus menggunakan rumus Kramer, yaitu:
Daerah (lihat gambar)
Luas Ikterus
Kadar Bilirubin
1
Kepala dan leher
5
2
Daerah 1 dan badan bagian atas
9
3
Daerah 1,2 dan badan bagian bawah dan tungkai
11
4
Daerah 1,2,3 dan lengan, kaki di bawah lutut
12
5
Daerah 1,2,3,4 dan tangan, kaki
16

Tabel: 2.4 Penilaian pada bayi baru lahir dengan ikterus menggunakan rumus Kramer

Tanda-tanda
Warna kuning pada kulit dan sklera mata ( tanpa hematomegali, perdarahan kulit, dan kejang-kejang)
Kategori
Normal
Fisiologik
Patologik
Penilaian
·         Daerah ikterus (rumus Kramer)
·         Kuning hari ke:
·         Kadar bilirubin
1



1-2

≤ 5 mg%
1+2



> 3

5-9 mg%
1 sampai 4



> 3

11-15 mg%
1 sampai 5



> 3

>15-20 mg%
1 sampai 5



> 3

Ø  20
Penganan

Bidan atau Puskesmas
Terus diberi ASI
·         Jemur dimatahari pagi jam 7-9 selama 10 menit
·         Badan bayi telanjang, mata ditutup
·         Terus diberi ASI
·         Banyak minum
·         Rujuk kerumah sakit
·         Banyak minum
Rumah Sakit
Sama dengan diatas
Sama dengan diatas
Terapi sinar
Terapi sinar



·  Periksa golongan darah ibu dan bayi
·  Periksa kadar bilirubin

Nasehati bila semakin kuning, kembali

Waspadai bila kadar bilirubin naik > 0,5 mg/jam (coomb’s test)
Tukar darah

 
 Tabel: 2.5 Penilaian Ikterus
4.    Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat ansteti sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat tranfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor resiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis ini. Ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor resiko itu antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes millitus, gawat janin malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, ddan lain-lain.
Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstrulsi empedu warna kuning kulit, kulit tampak kehijauan penilaian.
Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berat memerlukan penilaian diagnostik lengkap, yang mencakup penilaian bilirubin lanjut direk dan tidak lanjut indirek hemoglobin, hitung lekosit, jalannya darah les kombos dan pemeriksaaan asupan darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulakosis dan sediaan asupan memperlihatkan petunjuk adanya hemolosis akibat nomimulogik. Jika terdapat hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis, fikrosis kritis, dan sepsis. Jika hitung retikulosit, tes trombos dan bilirubin indirek normal, mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis.
Ikterus fisiologis dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah 1-3 mg/ml dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/ml 24 jam, dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/ml untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5-6 mg/ml untuk selanjutnya menurun sampai kadar lebih rendah dari 2 mg/ml pada hari ke 5-7 kehidupan.
Hiperbilirubinemia patologis, makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kern ikterus yang tinggi, berhubungan pada kadar bilirubin serum yang lebih dari 18-20 mg/ml pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan kern ikterus pada kadar lebih rendah.    
5.    Diagnosis Banding
Ikterus yang timbul 24 jam pertama kehidupan mungkin akibat eritoblstosis foetalis, sepsi, rubella, atau toksoplasmosis congenital. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam minggu pertama. Harus diperkirakan perkiraan septisimia, sebagai penyebabnya. Ikterus yang permulaannya timbul setelah minggu pertama kehidupan memberi petunjuk adanya septicimia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis serum hemologi, hepatitis herpetika, rubella, anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan dan sebagainya.
Ikterus yang persisten pada bulan pertama kehidupan memberikan petunjuk adanya apa yang dinamakan inspissated bile syndrom. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi parental total. Kadar bilirubin fisiologis dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis plylorus.
6.    Komplikasi
Kern ikterus adalah suatu sindrom meurolig yang timbul sebagai akibat penimbunan efek terkonjugasi dalam sel-sel otak. Ikterus berkepanjangan merupakan ikterus yang timbul pada usia diatas 3 minggu.
Terdiri dari ikterus takterkonjugasi yang umum dijumpai, berasal dari ikterus akibat ASI 15% yang mendaatkan ASI, berkurang secara bertahap selama beberapa minggu. Ikterus terkonjugasi (bilirubin total 20%) yang disebabkan oleh atresia biliaris, jarang namun penting untuk diidentifikasi karena keterlambatan diagnosis dapat berpengaruh buruk pada hasil akhir, sindrom hepatitis neonatal. 
Bayi akan mengeluarkan tinja pucat (tidak mengandung sterkobilinogen) dan urin gelap (akibat bilirubin).
7.    Terapi
Tujuan pertama penatalaksanaan ikterus neonatal adalah mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kern ikterus atau encefalopoli biliaris serta mengobati penyebab langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan mempercepat proses konjugasi. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glioronil tranfersa dengan pemberian obat seperti luminal atau tenoberbital.
Pemberian subtrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin) mengurangi sirkulasi enterofepatik (pemberian kolostramin), terapi sinar atau tranfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Fototerapi ikterus klinis pada hiperbilirubin inderek akan berkurang kalau bayi dipaparkan pada sinar dalam spektrum cahaya yang mempunyai intensitas tinggi. Bilirubin akan menyerap cahaya secara maksimal dalam batas wilayah warna biru (mulai dari 420-470 rhm). Bilirubin dalam kulit akan menyerap energi cahaya, yang melalui fotoisomerasi mengubah bilirubin tak terkunjugasi yang bersifat tosik menjadi isomer-isomer terkonjugasi juga yang dikeluarkan keempedu dan melalui otosensitisasi yang melibatkan oksigen dan mengakibatkan reaksi oksidasi yang menghasilkan produk-produk pemecahan yang kan diekresikan oleh hati dan ginjal tanpa memerlukan konjugasi.
8.    Prognosis
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak.
9.    Macam-Macam Ikterus Neonatorum
Macam-macam ikterus pada neonatorum, yaitu:
a.      Ikterus Fisiologis
            Terutama dijumpai pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Ikterus ini biasanya timbul pada hari kedua lalu menghilang setelah sepuluh hari atas pada akhir minggu kedua.
b.      Ikterus Patologik
            Ikterus yang patologik timbul segera dalam 24 jam pertama, dengan bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg/ml per hari, kadarnya diatas 10 mg/ml per hari pada bayi matur atau 15 mg% pada hari prematur, dan menetap setelah minggu pertama kelahiran. Selain itu juga ikterus dengan bilirubin langsung diatas 1 mg% setiap waktu. Ikterus seperti ini ada hubungannya dengan hemolitik, infeksi dan sepsis. Ikterus patologik memerlukan penanganan dan perawatan khusus.
c.      Kern Ikterus
            Kern ikterus adalh ikterus berat disertai gumpalan bilirubin pada ganglia basalis, kern ikterus biasanya disertai naiknya kadar bilirubin indirek dalam serum. Pada neonatus cukup bulan kadar bilirubin diatas 20 mg/ml sering berkembang menjadi kern ikterus, sedangkan pada bayi prematur bila melebihi 18 mg. Heperbilirubinemia dapat menimbulkan ansefalopati dan ini sangat berbahaya bagi bayi. Untuk terjadinya kern ikterus tergantung pada pola keadaan umum bayi, bila bayi menderita hipoksia, asidosis, dan hipoglikemia. Pengobatannya adalah dengan tranfusi tukar darah. 
d.      Ikterus Hemolotik
            Hal ini dapat disebabkan oleh inkompadibilitas ikterus, golongan darah ABO, golongan darah lain, kelainan eritrosit kongenital, atau defisiensi enzim G-G-Ph.
e.      Ikterus Obstruksi
            Terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun diluar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Bila kadar bilirubin direk diatas 1 mg kita harus curiga akan adanya obstruksi penyaluran empedu. Penanganannya dengan tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan.

DAFTAR PUSTAKA 

Fraser, Diane dan Cooper, Margaret, Alih Bahasa Rahayu, Sri. 2009. Buku Ajar                Bidan Myles. Jakarta: EGC
Helen, Varney, dkk, Alih Bahasa Mahmudah, Laily dan Trisetyati, Gita. 2008.
Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Volume: 2. Jakarta: EGC
Juffrie, Mohammad, dkk. 2010. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta:IDAI
 
Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. IDAI
Kosim, M. Sholeh. Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk dokter, Bidan, dan Perawat di Rumah Sakit. IDAI
Liewellyn, dkk, Alih Bahasa Handyanto. 2002. Dasar-Dasar Obstetri dan genekologi. Jakarta: Hipokrates
Lissauer, Tom, alih bahasa Vidhia Umami. 2006. At a Glance Neonatologi.            Erlangga
Muslihatun, Wati Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: BPSP
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBPSP
aifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan  Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBPSP
Susanti, dan Sari Kartika. 2011. Buku Ajar asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Anak Balita.AKBID Ngudi Waluyo Ungaran
Sudarti, Endang Kharunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Yogyakarta: Nuha Medika
Tiran, Denise, Alih Bahasa Andry Hartono. 2005. Kamus Saku Bidan. Jakarta: EGC